Sumber : Photo Asedino Wordpress
Saya membaca Kompas.com terbitan Senin malam. (20/3) Salah satu hal yang menarik adalah judul head linenya “ Revisi UU KPK, Kembalinya Senjata Favorit Para Elite “ Di Kompas.com itu pula di jelaskan seusai Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Gokar Priyo Budi Santoso menghadap ketua DPR RI Setya Novanto, Seturunnya Priyo dari ruangan Setya Novanto, di lantai III Gedung Wakil Rakyat tersebut, Ia menyempatkan diri memberi keterangan kepada insan pewarta yang sudah menghadangnya dan menanyakan apa yang saja yang baru saja dibicarakannya dengan Setya Novanto.
Menurut
Priyo, dalam pertemuannya dengan
Novanto, banyak dibicarakan terkait kondisi internal partai Golkar saat
ini. , Juga sikap partai dalam menyikapi kasus sekandal mega korupsi E-
KTP. Masih menurut Priyo, pada pertemuan dengan Seyta Novanto itu , juga turut
dibicarakan rencana Revisi Undang undang Nomor 30 tahn 2002 tentang Komsi
Pemberantasan korupsi.
Walaupun nampaknya
, sepertinya Priyo rada ragu bila UU KPK tersebut direvisi ditengah gonjang ganjing sekandal E KTP saat
ini, yang melibas hampir seluruh anggota Komisi II DPR RI Periode 2009-20014.
"Saya
bilang, kalaupun mau revisi, lakukan di situasi yang normal," kata Priyo
tentang pendapat yang disampaikannya kepada Novanto terkait rencana revisi UU KPK.
Revisi UU
KPK, serangan balik ke KPK
Sosialisasi
wacana revisi UU KPK , kembali mencuat . Menurut informasi pada awal bulan
Pebruari 2017, Badan Keahlian Dewan DPR RI sudah pernah menggelar sosialisasi
revisi UU KPK di sejumlah perguruan
tunggi. Termasuk dalam waktu tidak
begitu lama lagi rencananya Wacana revisi UU KPK tersebut juga akan digelar di
Universitas Sumatera Utara di Medan . Rencana gelar Sosialisasi UU KPK di Universitas Sumatera Utara tersebut
, kabarnya kini banyak mendapat penentangan dari elemen masyarakat dan DPRD
setempat. Tentu saja Revisi UU KPK ditengah gonjang ganjing pengungkapan dan peradilan para elit politik papan atas terkait skandal mega Proyek E KTP di Pengadilan Negeri Jakarta, akan dicurigai
publik sebagai serangan baik para elit politik ke KPK.
Hak angket
Kasus E KTP.
Setelah nama
nama mantan anggota DPR RI periode 2009-20014 dan kini sebagian dari mereka
sudah menjadi pejabat papan atas dalam pemerintahan Jokowi, banyak disebut
sebut terlibat korupsi E KTP dalam surat dakwaan Jaksa penuntut umum pada gelar
sidang perdana Tindak Pidana Korupsi di pengadilan Negeri Jakarta Pusat
(9/3/2017) , Tiba tiba entah dari mana idenya , Fahri Hamzah yang bermulut besar cuap cuap mengusulkan
hak angket DPR RI, guna menyelidiki kepentingan politik ketua KPK dalam pengungkapan kasus sekandal E KTP dan
sekaligus Fahri minta Ketua KPK Agus
Rahardjo mundur dari jabatan Ketua KPK. Masih
menurut Fahri dikala itu saat proses Proyek pengadaan E KTP, Agus Rahardjo
masih menjabat sebagai Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah
(LKPP). Agus di tuding Fahri berperan penting dan turut bermain dalam
pusaran kasus korupsi Proyek E KTP.
Terlepas dari benar tidaknya tudingan Fahri hamzah, Sudah barang tentu usul Hak angket DPR RI yang digulirkan Fahri hamzah,
ditegah gejolak pengungkapan dan peradilan para elit politik terkait sekandal E
KTP akan di curigai sebagai seragan
balik para Koruptor kepada KPK.
Serangan
Balik para Koruptor ke KPK
Sebagai
serangan balik, revisi UU KPK bisa melemahkan KPK dari berbagai fungsinya, seperti
penyadapan harus dengan izin hakim, bahkan usia KPK dibatasi hanya sampai 12
tahun lagi.
Tidak menutup kemungkinan ancaman sedemikian bisa saja mendorong KPK membuka peluang bargain atau meringankan bagi anggota DPR yang terkait sekandal E KTP.
Tidak menutup kemungkinan ancaman sedemikian bisa saja mendorong KPK membuka peluang bargain atau meringankan bagi anggota DPR yang terkait sekandal E KTP.
Atau setidak
tidaknya serangan balik itu bisa
merisaukan hingga memperlambat proses penanganan kasus E KTP terkait anggota DPR—sampai habis masa jabatan
komisioner KPK sekarang diganti komisioner baru hasil pilihan DPR.
Lebih parah lagi bila serangan balik DPR dengan hak angket, justru KPK yang duduk menjadi pesakitan, diperiksa dan harus menjelaskan materi penyidikan serta menjawab pertanyaan anggota DPR—karena arti hak angket itu adalah hak bertanya, bahkan lebih buruk dari itu, DPR bisa memberi penilaian baik-buruk atau salah-benarnya kerja KPK, sehingga proses hukum terintervensi campur tangan politik dan kekuasaan.
Kalau hal itu sampai terjadi, proses the rule of law secara efektif bergeser menjadi the rule of power. Bukan supremasi hukum lagi yang dihasilkan, melainkan suatu bentuk match staat (negara kekuasaan) yang dalam hal ini heavy ke legislative power.
Lebih parah lagi bila serangan balik DPR dengan hak angket, justru KPK yang duduk menjadi pesakitan, diperiksa dan harus menjelaskan materi penyidikan serta menjawab pertanyaan anggota DPR—karena arti hak angket itu adalah hak bertanya, bahkan lebih buruk dari itu, DPR bisa memberi penilaian baik-buruk atau salah-benarnya kerja KPK, sehingga proses hukum terintervensi campur tangan politik dan kekuasaan.
Kalau hal itu sampai terjadi, proses the rule of law secara efektif bergeser menjadi the rule of power. Bukan supremasi hukum lagi yang dihasilkan, melainkan suatu bentuk match staat (negara kekuasaan) yang dalam hal ini heavy ke legislative power.
Itulah
beberapa upaya para elit politik dan Koruptor guna menyelamatkan diri dari sekandal E KTP, yaitu
dengan mencoba membuka wacana Revisi UU KPK dan menggulir Hak angket DPR RI.
Namun kedua wacana tersebut pasti akan dicurigai sebagai serangan bakik ke KPK
Kembali ke judul “Upaya Elit DPR menyelamatkan diri , dua serangan
balik ke KPK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar