Suka duka Dr (PTT)
Arman di Lereng Bukit Barisan .
Kisah ini bukan rekayasa. Tapi memang benar
terjadi di tempat kami yaitu di sebuah kota terpencil dilereng Bukit Barisan
Pulau Sumatera. Banyak anggapan yang memandang semua dokter itu kaya raya dan
hidupnya menyenangkan. Sering keluar negeri dan berfoya-foya. Padahal anggapan
itu
tidak seluruhnya benar dan jangan disamaratakan. Banyak pula kehidupan ekonomi para dokter itu sama dengan orang kebanyakan. Kadang kadang kita bangga melihat pengabdian mereka.
tidak seluruhnya benar dan jangan disamaratakan. Banyak pula kehidupan ekonomi para dokter itu sama dengan orang kebanyakan. Kadang kadang kita bangga melihat pengabdian mereka.
Terutama para dokter yang ditugaskan pemerintah
pada didaerah terpencil atau daerah perbatasan negara. Mereka sering kali
berjam jam naik perahu ketek atau menyisir pegunungan mengunjungi para
pasiennya di kampung kampung terisolir dan terpencil.
Karena ketiadaan, tidak jarang para pasiennya
hanya membayar sekedarnya dengan hasil pertanian mereka yang harganya tidak
seberapa.
Mari kita mulai kisah ini,
Namanya para pelakunya dalam kisah ini, memang
sengaja penulis samarkan guna menghindari pencemaran nama baik. Sebut saja
namanya “Arman“ ia adalah lelaki lajang pemuda kelahiran salah satu kota
terkenal dengan makanan khas daerah nya “Gudeg” di pulau jawa. Usianya baru 27
tahun. Ia lulus setahun yang lalu dari salah satu fakultas kedokteran negeri
ternama di Jawa Barat.
Seusai menyelesaikan pendidikan dokternya ia
ditugaskan oleh Departemen Kesehatan sebagai dokter umum di sebuah kota kecil
salah satu kabupaten terpemcil di lereng Bukit Barisan pulau Sumatera
Di samping sebagai salah seorang dokter umum di
Rumah sakit daerah di kota itu, jika sore hari ia juga membuka praktek sendiri
bertempat di salah satu ruko yang tidak begitu jauh dari tempat rumah sewanya.
Ia hanya memiliki sebuah motor dinas setengah buntut keluaran lima tahun lalu
yang dipinjamkan oleh kepala Rumah Sakit Daerah tempatnya bertugas.
Pada suatu hari ia kedatangan seorang wanita
cantik dtempat prakteknya. Wanita belia itu tengah hamil muda tanpa mempunyai
suami. Sebut saja wanita muda itu “Anita“.
Wanita berusia belia itu dengan malu malu,
minta kepada dokter Arman untuk merahasiakan permintaannnya. Anita mohon kepada
dokter Arman untuk dapat menggugurkan cabang bayi yang ada di kandungannya.
Ia mengaku, anak yang tengah dikandungnya itu
adalah akibat perawannya direngut paksa oleh seorang lelaki bejat anak pemilik
tempat kostnya, yakni tempat tinggalnya selama ia mengikuti kursus menjahit di
ibukota propinsi.
Anita menuturkan perkenalannya dengan lelaki
yang menghamilinya itu juga belum begitu lama.
Peristiwa itu terjadi sekitar
dua bulan lalu.
“Waktu
itu saya baru sekitar dua bulan tinggal ditempat kostnya,“ Tutur Anit .
Anita tak menyangka, niatnya pergi bersama
rekan perempuannya bakal berujung pada pemerkosaan. Malam itu usai menunaikan
sholat isya Anita diajak keluar oleh “Ida“, rekan perempuannya yang sesama
siswa kursus menjahit di sebuah kafe yang letaknya tak begitu jauh dari tempat
kost.
Anita dikenalkan kepada pemilik Kafe dan
ternyata lelaki muda itu adalah anak pemilik tempat kost dimana Anita tinggal.
Karena merasa anak pemilik kost tempat tinggalnya, Anita tanpa curiga meminum
es jeruk yang sudah ditaburi obat tidur yang disodorkan oleh salah seorang
pelayan kafe....
di situlah berawalnya bencana yang menimpa dirinya.
"Lelaki itu buaya, saya tertipu dengan
janji manisnya,“ ujar Anita terisak
Dokter Arman yang berprofesi sebagai dokter
muda dan terikat dengan sumpah dokter sebagaimana yang ia ucapkan di hadapan
civitas akademika perguruan tinggi yang telah menggemblengnya, memahami benar
apa yang harus dilakukannya tarhadap wanita belia di hadapannya itu. Di telinga
Arman masih terngiang ngiang pesan rektornya.
“Kepada para dokter yang baru
lulus, saya ingatkan dalam melaksanakan tugas harus selalu mengingat
sumpahnya,“ pesan sang Rektor ketika melepas dirinya dan para dokter yang baru
selesai diambil sumpahnya di kala itu.
Dokter Arman paham benar, bahwa permintaan
Anita untuk menggugurkan kandungan merupakan perbuatan tercela dan dapat
dihukum sesuai hukum pidanaa yang
berlaku.
Seusai memeriksa Anita, Lalu dokter Arman hanya
memberikan pil-pil (yang sebenarnya vitamin) dengan pura-pura bahwa pil-pil
tersebut dapat menggugurkan kandungan Anita. Setelah itu Anita beberapa kali
datang ke tempat praktek dokter Arman. Semakin lama kandungan Anita semakin
besar dan pada saatnya wanita itu melahirkan dengan selamat.
Namun beberapa waktu kemudian, setelah
kelahiran putri Anita, dokter Arman dikagetkan dengan kedatangan seorang lelaki
berbadan tegap dan berambut “cepak” ke tempat prakteknya.
Lelaki itu marah
marah seraya menggebrak meja, dia mengaku kerabat dekatnya keluarga Anita
“Dokter penipu,“ ujarnya setengah membentak,
seraya tangan kanannya menyodorkan sisa obat obatan yang yang pernah diresepkan
dokter Arman kepada Anita “Coba lihat obat ini, penipu “ tambahnya.
“Ini kan
hanya vitamin, bukan obat-obatan penggugur kandungan,“ katanya lagi. Lelaki
berambut cepak itu sempat menanyakan surat izin praktek dokter Arman.
Dari hasil pembicaraan dengan lelaki itu,
sekarang barulah dokter Arman mengerti duduk persoalan sebenarnya .Rupanya tanpa sepengetahuan Anita, walaupun
Anita tidak memberi tahu keluarganya, ternyata selama ini diam diam keluarganya
menyetujui rencana Anita untuk menggugurkan kandungannya. Namun sekarang yang
terjadi malahan sebaliknya. Anita melahirkan bayinya putri cantik dengan
selamat dan sehat. Itu rupanya yang membuat kerabat Anita menjadi
"bingsal".
Orang tua Anita adalah seorang tokoh adat yang
"terpandang". Di samping tokoh adat, orang tua Anita termasuk salah
satu orang berpunya di kampungnya. Bila ada anak perempuan melahirkan tanpa
suami seperti yang dialami Anita "aib besar" bagi keluarganya.
Dokter Arman paham benar bila ia melakukan
“Abortus“ sebagaimana permintaan Anita maka ia akan diancam sanksi empat tahun
pidana.
Untunglah kasus lelaki cepak yang mengaku
keluarga dekat Anita yang sempat mengancam dokter Arman diketahui dan
diselesaikan secara adat oleh tua tua adat dan perangkat kampung setempat.
Dokter Arman sempat mengancam bila ia masih
diganggu, ia akan pulang kekota kelahirannya. Waktu itu di kabupaten tempat
dokter Arman bertugas, dokter masih sangat langka.
Penyelesaian yang cukup bijaksana.
Di samping kasusnya diselesaikan juga akhirnya
dr. Arman diangkat anak oleh keluarga Anita secara adat.
Salah seorang anggota polisi putra daerah
setempat yang juga ikut terlibat menengahi kasus itu ternyata dengan gigih
membela dr. Arman. Ia menjelaskan kepada orang orang di kampungnya bahwa dokter
Arman tidak bersalah.
Keluarga Anita lah yang salah, ingin memaksakan kehendak
yang bertentangan dengan sumpah dokter dan undang-undang.
Malahan sebaliknya dokter Arman mempunyai
maksud yang baik dengan memberikan vitamin kepada cabang bayi tersebut supaya ia
dapat dilahirkan di dunia dengan sehat wallafiat.
“Dokter Arman tidak menipu... Dokter Arman
tidak bersalah,“ ujar Kepala kepolisian Sektor setempat yang juga lulusan
akademi kepolisian Sukabumi.
”Dokter Arman berkerja sesuai dengan peraturan
perundang undangan,“ tambah Polisi itu lagi dihadapan para tokoh adat dan
perangkat kampung yang menghadiri musyawarah kasus permintaan pengguguran
kandungan Anita.
Kini dr. Arman sudah memiliki dua orang putra
hasil pernikahannya dengan “bunga desa“, seorang bidan yang berkerja di
Puskemas setempat. Ia sering tersenyum sendiri dikala mengenang kisah masa
lalunya. Kisah di awal awal ia bekerja sebagai dokter muda disalah satu
kabupaten terpencil di ceruk Bukit Barisan pulau Sumatera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar